Kelapa Sawit
Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi), membuka kembali ekspor CPO dan minyak goreng. Menanggapi hal itu, Serikat Petani Indonesia (SPI) memberikan apresiasi tinggi kepada Jokowi.
“Ya, kita apresiasi, walau harga tandan buah segar (TBS) sawit para petani SPI di berbagai daerah sudah sempat sangat jatuh, belum lagi biaya produksi yang ikut tinggi,” kata Ketua Umum SPI Henry Saragih melalui keterangan tertulis, Jumat (20/6/2022).
Henry menambahkan, perlu adanya perombakan tata kelola persawitan secara besar-besaran. Dia menegaskan, perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, bukan dimonopoli oleh korporasi-korporasi.
Baca Juga:
- Make Up ‘Nyebrang’ Sunburn Blush, Sempat Trending bikin Rias Wajah Makin Natural
- Sejarah Kayu Cendana, Primadona Aroma Segala Aroma
- Mudah! Ini Cara Buat Air Mawar Di Rumah
Korporasi yang menguasai sawit dengan membangun perkebunan skala besar disebut telah menghilangkan kekayaan hutan dan sumber air di sekitar perkebunan seperti rawa-rawa, sungai dan sumber air lainnya.
Tak hanya itu, SPI juga menyoroti tingginya konflik agraria akibat korporasi yang merampas tanah petani dan masyarakat adat demi memperluas perkebunan sawit mereka. Kesejahteraan buruh korporasi sawit juga disebut ditelantarkan hingga terjadi pelanggaran kewajiban pajak.
Oleh karena itu, SPI mengajak pemerintah menyerahkan pengelolaan sawit kepada petani melalui koperasi.
“Di sinilah peran negara untuk menjembatani transisi ini, melakukan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.
Henry melanjutkan, negara melalui BUMN juga berperan mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya. Korporasi swasta disebut bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya.