ilustrasi rempah-rempah
Orang-orang dari benua Eropa terutama Portugis, Spanyol dan Belanda memperebutkan penguasaan tanah atas rempah-rempah Nusantara sepanjang abad ke-16 dan 17.
Pasca menaklukkan pelabuhan perdagangan Malaka pada tahun 1511, Portugis yang dipimpin oleh Francisco Serrao bertolak menuju pusat produksi rempah-rempah Nusantara, yakni Maluku.
Kedatangan bangsa Portugis di tanah Maluku menarik simpati Abu Lais, Sultan Ternate yang menawarkan kerja sama berupa pendirian benteng di Ternate dengan produksi cengkeh yang sepenuhnya bakal dijual untuk Portugis. Melihat peluang emas tersebut, tentu Portugis menyepakati kerjasama dagang yang menguntungkan.
Kerjasama dagang dan ambisi penguasaan rempah inilah yang mengawali periode kolonialisasi di Indonesia.
Rempah-rempah memang menjadi salah satu komoditas unggulan untuk diekspor ke luar negara. Yakni negara-negara Eropa dan Amerika, bahkan sampai sekarang.
Berdasarkan data yang dirilis Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2016 Indonesia menempati posisi keempat terbesar di dunia sebagai negara penghasil rempah-rempah dengan total produksi 113.649 ton serta total eskpornya mencapai USD652,3 juta.
Keragaman jenis rempah-rempah khas Nusantara menyokong besarnya nilai ekspor tersebut. Rempah-rempah juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penggalan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Dari data Negeri Rempah Foundation, ada sekitar 400-500 spesies rempah di dunia, 275 di antaranya ada di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi yang paling dominan. Kekayaan rempah itulah yang membuat Indonesia dijuluki sebagai Mother of Spices.
Indonesia memiliki beberapa daerah sumber rempah-rempah. Diantaranya yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Papua, NTT, Sulawesi Selatan, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan dan Yogyakarta.
Indonesia memiliki peluang besar sebagai pemasok rempah dunia yang bisa memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negeri, ini disebabkan dari keragaman jenis dan wilayah penghasil rempah-rempah.
Baca Juga:
- Prometheus yang Hijrah ke Jawa Pada Abad Ke-19
- Sejarah Lada, Sang Raja Rempah-Rempah Indonesia
- Mengenal Mohibadaa, Tradisi Unik Lumuri Wajah dengan Rempah untuk Sambut Ramadan
Kesempatan sebagai pemasok rempah dunia semakin besar apalagi, nilai impor (permintaan) dunia terhadap rempah-rempah setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 7,2% dengan nilai mencapai USD10,1 miliar.
Setidaknya ada tujuh jenis rempah yang menjanjikan, yakni lada, pala, jahe, cengkeh, kunyit, kayu manis, dan vanili.
Lada
Tanaman bernama latin Piper Nigrum Linn ini dipercaya berasal dari daerah Ghat Barat, India. Menurut catatan Sejarawan, koloni Hindu yang bermigrasi ke Jawa pada tahun 110 – 600 SM turut membawa bibit lada untuk ditanam di tanah yang baru.
Di Indonesia, lada banyak tersebar di daerah Jambi, Aceh, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta. Persebaran lada cukup banyak di Indonesia dan cocok dengan iklimnya yang tropis.
Lada menjadi komoditas rempah utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD143,6 juta atau sekitar Rp1,9 triliun.
Pala
Pala banyak tersebar di wilayah luar Jawa seperti Maluku, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Papua. Selain kegunaannya sebagai rempah-rempah, Pala juga menjadi komoditas penghasil minyak atsiri. Pala juga merupakan tanaman khas Maluku dan Banda. Semasa kolonialisme, Pala banyak diburu oleh para kompeni.
Nilai ekspor Pala ada di urutan ketiga dengan nilai mencapai USD44,1 juta.
Jahe
SIfat jahe itu khas. Pedas-pedas hangat. Tak ayal, karena keunikannya ini, jahe menjadi salah satu komoditas rempah unggulan Indonesia. Jahe memiliki banyak khasiat. Baik untuk masakan, maupun bahan obat-oabatan. Nilai ekspor jahe mencapai USD2,6 juta.
Cengkeh
Semasa ekspansi Portugis ke Maluku, cengkeh menjadi rempah yang paling populer dan mahal, terutama di Eropa. Harga cengkeh sama dengan harga sebatang emas. Rempah ini merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku yakni Ternate dan Tidore.
Di Indonesia, cengkeh tersebar di daerah Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Selatan, dan Yogyakarta. Nilai ekspor cengkeh mencapai nilai USD11,3 juta.
Kunyit
Kunyit memiliki sejarah sebagai tanaman obat. Namun, kunyit juga bisa digunakan sebagai rempah-rempah penyedap masakan. Di Asia Tenggara, kunyit tidak hanya digunakan sebagai bumbu utama saja. Akan tetapi juga digunakan sebagai komponen upacara religius.
Nilai ekspor kunyit mencapai USD3,5 juta.
Kayu Manis
Kayu Manis biasa digunakan sebagai pelengkap pada kue atau minuman, sebab dia memiliki aroma yang harum serta rasa manis yang khas dan tidak eneg. Tak hanya sebagai pelengkap ‘yang manis-manis’, kayu manis juga memiliki manfaat bagi kesehatan.
Daerah persebarannya banyak terdapat di Jambi, Sumatra Barat, dan Yogyakarta. Kayu manis memiliki nilai ekspor yang berada di urutan kedua di bawah lada dengan nilai USD44,8 juta.
Vanili
Seperti kayu manis, vanili juga akrab digunakan sebagai pelengkap kue bagi para ibu-ibu yang ingin membuat kue agar tidak amis.
Sebetulnya rempah ini bukan tanaman khas Indonesia, namun berasal dari Meksiko.
Akan tetapi, di Indonesia sudah banyak dibudidayakan terutama di daerah Jawa Timur, Lampung, NTT, Jawa Tengah, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Harga per pound-nya bisa mencapai USD50-200 atau sekitar Rp700 ribu-3 juta. Nilai ekspor vanili Indonesia mencapai USD30,2 juta.