sunan drajat
Mitraningsun duratmoko, Pirengno swara singo mengkok Edi, Angakua mumpung durung, Mula balia mring mukmin kang mituhu
Hai saudaraku penjahat, Dengarkan suara Singo Mengkok, Mengalunkan lagu indah, Akuilah kesalahanmu – Pangkur
Dahulu cara yang dipakai oleh para ulama atau penyebar agama Islam di Nusantara dalam menyebarkan agama Islam adalah melalui jalur seni dan budaya. Cara ini dilakukan oleh para wali sanga saat menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Menurut Rizem dalam buku Sejarah Islam Nusantara, dengan menggunakan cara ini, penyebaran Islam di tanah Jawa menjadi sangat sukses karena waktu itu masyarakat menyukai berbagai pertunjukan seni dan budaya.
Salah satu contoh kesenian masyarakat Jawa adalah wayang, maka wayang dipakai oleh Sunan Kalijaga untuk memperkenalkan dan mengislamkan masyarakat Jawa pada masanya.
Tidak hanya pertunjukan wayang saja yang dipakai oleh para wali dalam menyebarkan agama Islam, adapula berbagai kesenian dan kebudayaan lain yang dijadikan media penyebaran Islam pada waktu itu.
Beberapa kesenian yang juga dijadikan media penyebaran Islam tersebut antara lain seni ukir, gamelan, dan seni suara suluk.
Salah satu seni suara yang paling populer dan melekat dihati masyarakat pada masa itu adalah tembang macapat pangkur yang digunakan Raden Qasim melakukan dakwah penyebaran agam Islam di Desa Drajat dan sekitarnya yang di iringi dengan gamelan Singo Mengkoknya.
Oleh karena itu, untuk memudahkan penjelasan tentang kesenian yang dipakai Raden Qasim untuk menyampaikan dakwahnya di Desa Drajat dan sekitarnya diantaranya adalah menggunakan tembang pangkur.
Tembang adalah lirik atau sajak yang mempunyai irama nada sehingga dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai lagu atau nyanyian yang berbahasa Jawa. Kata tembang berasal dari bahasa Jawa yaitu nembang.
Baca Juga:
- Peran Sunan Gresik, Si Kakek Bantal dalam Membangun Sistem Irigasi di Tanah Jawa
- Pondok Pesantren dan Perkembangannya dalam Pendidikan Indonesia
- Snouck Hurgronje, Penyusup Jubah Agama Dalam Kejatuhan Aceh di Tangan Kolonial
Makna yang terkandung dalam kata tembang ialah kata-kata yang dibuat indah sebagaimana rangkaian bunga. Salah satu tembang yang paling populer di masyarakat adalah tembang macapat.
Macapat sendiri dikenal dengan sebutan tembang cilik atau sekar alit. Apabila diperhatikan dari asal usul bahasanya macapat berarti maca papat-papat (membaca empat-empat) cara membaca terjalin tiap empat suku kata.
Macapat merupakan bentuk komposisi lagu dan puisi dalam suatu pola penyususunan tertentu yang populer dikalangan masyarakat Jawa dan Bali.
Di perkirakan macapat muncul pada masa akhir kerajaan Majapahit dan masa awal pengaruh wali sanga di Jawa. Ciri-ciri dari tembang macapat sendiri banyak macamnya, salah satunya adalah tembang pangkur.
Pangkur adalah nama salah satu sebelas tembang macapat yang penulis urut dalam nomor urut tiga. Kata pangkur berasal dari gabungan dua suku kata pang dan kur.
Kata Pang dari menyimpang (membelok) sedangkan Kur dari kata mungkur, mungkur berarti tidak menurut aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan (tidak taat).
Nasehat mulia bagi para pelaku dakwah, walau dalam berdakwah jangan sampai “pangkur” atau menyimpang dan tidak menaati ketentuan yang telah ditetapkan yaitu al-Qur’an dan teladan dari Nabi Muhammad.
Tembang pangkur adalah nyayian Jawa yang menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat menjauhi berbagai hawa nafsu dan Angkara murka.
Di saat menghadapi sesuatu yang buruk sebaiknya manusia pergi pergi menjauhi dan meninggalkan yang buruk. Seperti yang dilakukan Raden Qasim untuk menyampaikan dakwahnya di Desa Drajat dan sekitarnya.
Raden Qasim mengajarkan agama Islam dengan cara yang populer lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Dakwah lewat tembang dengan iringan gending tersebut dimulai di kampung gendhingan.
Sumber lisan menuturkan, sebelum Raden Qasim melantunkan tembang pangkur dan tembang-tembang yang lain, terlebih dahulu seperangkat gamelan di tabuh di halaman masjid.
Bunyi gending dari seperangkat gamelan yang mengalun di malam hari, dapat menarik masyarakat banyak yang kemudian mendatangi tempat itu.
Gending-gending selain dipakai untuk menghibur para masyarakat, yang utama adalah untuk mengiringi bait-bait tembang pangkur atau tembang-tembang yang lain. Tembang-tembang tersebut dipilih yang bisa membawa orang senang dan penasaran.
Tembang yang bisa membawa hati penasaran umumnya tembang yang berisi cerita seperti, tentang asal mula kejadian alam, asal mula kejadian manusia pertama yang bernama Adam, dan cerita-cerita tentang Nabi serta negeri asing yang tempat mereka dilahirkan dan berjuang untuk menyiarkan agama Allah.
Ajaran tentang hal-hal yang berat yaitu masalah asal mula kejadian dan arah tujuan kehidupan (Jawa: sangkan paraning dumadi) diungkapkan dengan cara yang menarik dan enak didengarkan oleh masyarakat lewat dialog antara kancil dengan gajah. Selain berisi cerita juga berisi ajaran.
Cara Raden Qasim untuk mengumpulkan orang banyak serta caranya menyampaikan ajaran Islam untuk mengetahui petunjuk-petunjuk menuju kebenaran dan kebaikan seperti dakwah bil-hikmah dakwah dengan cara yang bijaksana.
Cara yang digunakan jauh dari kekerasan dan paksaan melainkan dengan cara persuasif. Materi dakwah yang diberikan, berkenaan dengan ajaran agama Islam sekalipun pada awalnya masih bersifat pengenalan, petunjuk-petunjuk serta contoh tauladan yang baik. Dakwah dengan materi tersebut dinamakan dakwah bil-mau’idah al-hasanah.
Sifat yang sangat melekat pada kepribadian Raden Qasim yang selalu disebut oleh sumber-sumber tertulis dan sumber lisan adalah jiwa sosialnya dan kedermawanannya kepada masyarakat.
Dakwah yang di sampaikan oleh Raden Qasim tidak hanya berupa pengajian, khutbah, tutur atau fatwa, melainkan ada juga perbuatan nyata yang langsung menyentuh kepada kehidupan masyarakat, terutama masyarakat bawah yang disertai rasa cinta kasih.
Cara dakwah dengan perbuatan nyata dengan cinta kasih ini disebut dakwah bi-hal wal-marhamah.
Jadi dalam tembang pangkur yang disampaikan secara tersirat oleh Raden Qasim di atas adalah menjelaskan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agama, terutama ditujukan kepada perilaku mencuri.
Kemudian Raden Qasim memberikan arahan ke jalan yang benar kepada pencuri sesuai dengan ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an yang Raden Qasim ajarkan dalam strategi dakwah Islamnya.
Pada saat itu sang pencuri mau menjadi pengikut Raden Qasim yang setia kemudia di syahadatkanlah oleh beliau di tempat itu juga.
Dengan demikian kesenian yang dijelaskan di atas merupakan bukti bahwasanya Raden Qasim menyampaikan dakwahnya melalui nyanyian Jawa tembang untuk menyebarkan agama Islam di Desa Drajat Paciran Lamongan.