Minyak Goreng
Ombudsman Republik Indonesia (RI) merilis hasil penelitian mereka mengenai kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Ombudsman menilai permasalahan minyak goreng sudah bergeser, dari harga yang mahal menjadi kelangkaan barang.
Menurut Ombudsman, kelangkaan minyak goreng di Indonesia disebabkan besarnya disparitas harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dengan harga eceran tertinggi (HET) dan harga pasar.
“Jadi kalau kita lihat per hari ini, isu minyak goreng ini sudah berubah dari yang tadinya mahal menjadi langka dan masih mahal,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3/2022).
Baca Juga:
- Hanya Dalam 30 Detik, Koin Kripto Lesti Kejora dan Rizky Billar Laku Rp3,1 Miliar
- Giliran Lesti Kejora dan Rizky Billar Bikin Token Kripto
- Jangan Sampai Tertipu, Ini Daftar Token Kripto yang Lolos Aturan Bappebti
Yeka menyatakan semenjak pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang tertuang dalam Permendag No.1 hingga 6 Tahun 2022 di mana aturan tersebut dirilis pada bulan Januari dan Februari 2022, minyak goreng masih banyak ditemukan di pasaran. Namun setelah kebijakan itu dikeluarkan, minyak goreng malah menjadi langka di pasaran.
“Jika kita melihat sebelum adanya keluar kebijakan Permendag No. 1 Tahun 2022, Permendag No. 3 Tahun 2022, hingga Permendag No.6 Tahun 2022 yang dirilis bulan Januari dan Februari. Maka bulan sebelumnya minyak goreng itu tersedia tetapi harganya mahal,” tegas dia.
Terkait hal itu, Ombudsman memprediksi bahwa harga minyak goreng bakal terus mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan harga sawit dalam bentuk TBS semakin membaik dan mahal.
“Mencermati statistik perkembangan harga baik itu TBS, CPO, dan Future market dan juga juga pergerakan harga minyak goreng, maka harga minyak goreng itu diperkirakan akan semakin meningkat di masa yang akan datang,” tutur dia.
Yeka menambahkan, selama kurun waktu Februari hingga Maret 2022, Ombudsman RI telah melakukan pemantauan harga minyak goreng di seluruh wilayah Indonesia.
Menurutnya, dari 274 pasar yang didatangi, di mana meliputi pasar modern, ritel modern, dan ritel tradisional, seiring berjalannya waktu, para pedagang semakin patuh terhadap ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) meskipun lambat.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan penyebab langkanya minyak goreng di pasaran adalah karena minyak goreng yang seharusnya untuk rakyat justru malah terserap oleh pelaku industri.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi juga menyatakan bahwa ketersediaan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang terkumpul dalam kebijakan domestic market obligation (DMO) sudah cukup besar. Seharusnya hal ini dapat membuat minyak goreng di pasaran melimpah.
Dia menambahkan, Kemendag menemukan beragam fakta di lapangan bahwa bahwa kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran ini terjadi karena pasokan untuk rakyat justru terserap oleh pihak yang tidak berhak mendapatkannya.
“Kalau kita lihat masih terjadi kekeringan di sana-sini kerena ini ada gangguan jaringan distribusi. Kami melihat ini adalah rembes kepada industri yang mereka tidak berhak mendapatkan minyak untuk masyarakat,” tuturnya.
Selain itu, ada juga sebagian dari produsen minyak goreng yang justru melakukan ekspor tanpa izin yang tentu melanggar hukum. Sebab, cara-cara yang digunakan oleh pelaku industri tersebut salah.
“Atau yang kedua tindakan melawan hukum mengekspor daripada minyak ini tanpa izin dan berlawanan dengan hukum. Terutama daripada aturan DMO tetapi ini adalah semua bagian daripada yang mesti kita selidiki,” terang dia.